Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana (Wederrechtelijk)

tipskecantikanwinda.blogspot.com | salam hangat dari admin blog.. semoga isi artikel ini bermanfaat bagi pengunjung blog kami dan jangan sungkan untuk berkomentar selamat membaca..

Baca Juga:


Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik, sebagaimana hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Maksud dari hukum publik adalah keseluruhan garis-garis hukum yang berhubungan dengan bangunan negara atau lembaga-lembaga negara, dalam arti bagaimana lembaga-lembaga negara tersebut melaksanakan tugasnya, bagaimana hubungan kekuasaan yang satu dengan yang lain, serta hubungan antara masyarakat dengan perseorangan dan sebaliknya. Hukum pidana yang berlaku di Indonesia telah dikodifisir, di mana sebagian terbesar dari aturan-aturannya telah disusun dalam satu kitab undang-undang (wetboek) tersendiri, yang dinamakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), menurut suatu sistem tertentu. 

Hukum pidana adalah
 serangkaian ketentuan-ketentuan yang merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku di suatu negara, yang mengatur tindakan larangan atau tindakan yang diharuskan dan kepada pelanggarnya diancam dengan pidana. Satauchid Kartanegara mengartikan hukum pidana sebagai sejumlah peraturan-peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung larangan-larangan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasaan lain yang berwenang untuk menentukan peraturan-peraturan pidana, larangan atau keharusan mana disertai ancaman pidana, dan apabila hal tersebut dilanggar timbullah hak dari negara untuk melakukan tuntutan, menjalankan pidana dan melaksanakan pidana. Sedangkan Prof. Moeljatno, SH mengartikan hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan :
  1. Perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan itu.
  2. Kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
  3. Dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Dari beberapa pengertian tentang hukum pidana tersebut dapat dikatakan bahwa hukum pidana sesungguhnya adalah hukum sanksi (het strafrecht is wezenlijk sanctie-recht).


Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana. Perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana dikenal dengan istilah "wederrechtelijk", yaitu segala perbuatan yang menurut wujud atau sifatnya bertentangan dengan tatanan atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum, atau dengan kata lain segala perbuatan yang bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata tertib dalam pergaulan masyarakat yang baik dan adil. Sebagaimana perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata (onrechtmatige daad), konsep perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana juga berkaitan dengan pelanggaran hukum. Dalam ilmu pengetahuan hukum, adanya perbedaan pengertian antara hukum dan undang-undang mempunyai konsekuensi terhadap pengertian dari "sifat melawan hukum" dan "sifat melawan undang-undang", yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • sifat melawan hukum, mengandung arti bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan larangan/keharusan hukum atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum.
  • sifat melawan undang-undang, mengandung arti bertentangan dengan undang-undang atau tidak sesuai dengan larangan/keharusan yang ditentukan dalam undang-undang atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh undang-undang.

Dalam peristiwa hukum pidana, perbuatan melawan hukum disebabkan karena adanya niat dan kesempatan  atau ada unsur kesengajaan atau kelalaian berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang dilarang serta mengakibatkan menderitanya dan terganggunya keamanan jiwa ataupun raga seseorang termasuk gangguan kehilangan atau lenyapnya nilai harta benda milik seseorang korban.  Sifat melawan hukum perbuatan pidana tidak hanya terletak pada faktor subyektif atau terletak pada  diri pelaku melainkan juga terletak pada faktor obyektif, diantaranya adalah kejadian yang menyertai kelakuan si pelaku pada saat sedang atau setelah melakukan perbuatan pidana.


Jenis Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Pidana. Secara umum, perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
  1. perbuatan melawan hukum formil (wederrechtelijk formil), merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Sifat melawan hukum formil mengandung arti bahwa semua unsur dari rumusan delik telah terpenuhi.
  2. perbuatan melawan hukum materiil (wederrechtelijk materiil), merupakan perbuatan yang tidak tegas (mungkin) dilarang dan diancam dengan hukum oleh undang-undang, tetapi bertentangan juga dengan asas-asas umum di dalam lapangan hukum yang berlaku (algemen beginsel). Sifat melawan hukum materiil dapat ditinjau dari dua pandangan, yaitu : 1. dari sudut perbuatannya yang mengandung arti melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam rumusan delik. 2. dari sudut sumber hukumnya, di mana sifat melawan hukum mengandung pertentangan dengan asas kepatutan, keadilan, dan hukum yang hidup di masyarakat.


Sedangkan jika merujuk pada rumusan pasal-pasal pidana yang mengaturnya, perbuatan melawan hukum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Perbuatan Melawan Hukum Khusus
Perbuatan melawan hukum khusus merujuk pada rumusan pasal pidana yang secara tegas mencantumkan frasa "melawan hukum" (tercantum dalam rumusan delik yang menjadi bagian inti dari delik). Misalnya ketentuan Pasal 372 KUH Pidana, yang menyebutkan bahwa : 
  • Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

2. Perbuatan Melawan Hukum Umum
Perbuatan melawan hukum umum merujuk pada pasal pidana yang tidak mencantumkan frasa "melawan hukum" (tidak tercantum dalam dalam rumusan delik), tetapi unsur melawan hukum tetap dijadikan dasar untuk menjatuhkan pidana sebagai melawan hukum secara umum. Misalnya ketentuan Pasal 351 Ayat (1) KUH Pidana, yang menyebutkan bahwa : 
  • (1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah".


Pembedaan perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana dengan merujuk pada rumusan pasal-pasal pidana tersebut terlihat jelas dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu dalam ketentuan : 

1. Pasal 2 Ayat (1)  Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999.
Ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 secara tegas mencantumkan frasa "melawan hukum", sebagai berikut :
  • (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Dalam penjelasan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "secara melawan hukum" adalah mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-nama kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata "dapat" sebelum frasa "merugikan keuangan atau perekonomian negara" menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.

Dalam perjalanannya penjelasan tentang frasa "melawan hukum" yang mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil tersebut dimohonkan uji materiil di Mahkamah Konstitusi, dan berdasarkan putusan permohonan pengujian undang-undang Nomor : 003/PUU-IV/2006, Mahkamah Konstitusi menghapuskan aspek perbuatan melawan hukum dalam arti materiil. Namun demikian dalam praktek peradilan, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak dipatuhi sepenuhnya oleh penegak hukum. Sebagian dari penegak hukum terutama hakim, tetap berpegang pada ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor : 45 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan :
  • (1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) tersebut memberi ruang kepada hakim untuk menggali serta memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan masyarakat, sehingga dalam beberapa kasus perbuatan melawan hukum dalam arti materiil masih diterapkan.

2. Pasal 3 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999.
Ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tidak mencantumkan frasa "melawan hukum", sebagai berikut : 
  • Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa "melawan hukum" merupakan unsur yang penting dalam tindak pidana. Unsur melawan hukum inilah yang akan menentukan apakah seseorang layak dijatuhi pidana atau tidak. Walaupun dalam praktek, tidak semua perbuatan yang melawan hukum atau merugikan masyarakat akan diberi sanksi pidana, misalnya perbuatan tidak menepati janji (break of trust). Walaupun sudah nyata bahwa perbuatan tidak menepati janji tersebut bersifat melawan hukum dan merugikan masyarakat, tapi perbuatan tersebut tidak dapat dituntut menurut hukum pidana. Hanya saja pihak yang dirugikan dapat menuntut penggantian kerugian menurut hukum perdata.

Untuk menentukan suatu perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam perbuatan pidana, adalah :
  1. Ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam memberikan sanksi pidana adalah apabila perbuatan-perbuatan tersebut menimbulkan kerugian yang besar dalam masyarakat. 
  2. Tergantung pada pandangan. Apakah ancaman dan penjatuhan pidana itu adalah jalan yang utama untuk mencegah dilanggarnya larangan-larangan tersebut. 
Kedua faktor tersebut satu sama lain saling pengaruh mempengaruhi.


Perbedaan Antara Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Pidana dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata. Walaupun antara perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana dan perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata sama-sama berkaitan dengan adanya perbuatan melanggar hukum, tetapi di antara keduanya juga mempunyai perbedaan. Perbedaan dimaksud adalah sebagai berikut :

1. dari segi istilah :
  • perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana disebut wederrechtelijk.
  • perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata disebut onrechtmatige daad.

2. dari sifatnya :
  • sifat hukum pidana adalah hukum publik, sehingga perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana berkaitan dengan kepentingan umum yang dilanggar.
  • sifat hukum perdata adalah hukum privat, sehingga perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata berkaitan dengan pelanggaran terhadap kepentingan pribadi.

Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul "Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer)" menyebutkan bahwa yang membedakan antara perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana dengan perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata adalah sifatnya, perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana sebagai hukum publik berarti ada kepentingan umum yang dilanggar (disamping mungkin juga kepentingan individu), sedangkan perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja.


Penerapan Hukum Antara Perbuatan Melawan Hukum dengan Perbuatan Tindak Pidana. Jika seseorang diduga memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka ada kemungkinan juga unsur-unsur tersebut juga merupakan  unsur-unsur perbuatan melawan hukum, meskipun tidak selamanya begitu. Apabila terhadap satu tindakan tersebut memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum maupun unsur-unsur tidak pidana, maka kedua macam sanksi dapat dijatuhkan secara bersamaan. Artinya pihak korban dapat menerima ganti rugi perdata (dengan dasar gugatan perdata), dan pada waktu yang bersamaan (dengan proses pidana) pelaku juga dapat dijatuhi sanksi pidana. 

Demikian penjelasan yang berkaitan dengan pengertian dan jenis perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana (wederrechtelijk), perbedaan antara perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana dan hukum perdata, serta penerapan hukum antara perbuatan melawan hukum dengan perbuatan tindak pidana.

Semoga bermanfaat.

Demikianlah Artikel Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana (Wederrechtelijk)
dan Nantikan artikel selanjutnya

Anda sekarang membaca artikel Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana (Wederrechtelijk) dengan alamat link https://tipskecantikanwinda.blogspot.com/2020/07/perbuatan-melawan-hukum-dalam-hukum.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Leave A Comment...